Minggu, 04 Juni 2017

Raja Alam Harimau Garang


PULAU BANGKA DISERANG LANUN RAJA TIDONG
Raja Tidong dari bangsa Melukut ini berasal dari Tapanuli di Kuta Latong Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas, Kaum Melukut ini kecil-kecil namun memiliki tenaga besar dan gerakan sangat cepat, Kaum ini sangat melegenda sampai ke bukit barisan diceritakan bahwa pada satu masa ditanah dipak, dalam pulau Bangka juga, Raja Tidong dulu sangat terkenal akan  ilmu kanuragannya, dikisahkan waktu itu keluar orang-orang kecil sebesar hulu keris yang amat banyak sekali seperti anai-anai dari dalam kelekak ( Rimbit Tua ) mereka masing-masing bersenjata pisau rencong kecil yang amat tajam dan sangat berbisa, kemudian mereka masuk kampung, apabila ketemu orang ditikam, yang kena langsung mati karena bisanya.
Raja Tidong dan kaum melukut bukan ingin merebut kekuasaan namun hendak merampok saja, Bajak laut ini dipimpin langsung Raja Tidong, mula-mula diserang mereka patih Menduk dan patih cempurak, karena pasukan raja Tidong menyerang amat gagah berani maka rakyat kedua Patih kalah, sisa yang hidup berlari menyelamatkan diri ke hutan, kemudian diserang pula Patih Jerok sehingga kalah juga, lalu Patih Ngebai dengan hulubalangnya bernama Selangor juga sebagian rakyatnya yang masih hidup sembunyi kedalam hutan, kemudian kampung Jerok yang ditinggal penghuninya dibumi hanguskan oleh anak buah raja Tidong.
Kapal Lanun jaman dahulu

Setelah sekian lama Patih Jerok bersembunyi, banyak rakyatnya mati kelaparan, hidup mereka dalam persembunyian tiada menentu, tanpa tempat tinggal, siang kepanasan malam kedinginan, ia selalu mengharapkan akan ada pertolongan dari patih Singa Panjang Jongor, namun pertolongan tidak kunjung datang, karena Patih Panjang Jongor tidak mau campur tangan dan kampungnya juga tidak diganggu Raja Tidong.

BANGKA DIBAWAH KESULTANAN JOHOR
Dalam keadaan sengsara tersebut singgahlah sebuah perahu dari Johor dipimpin Nahkoda Sarah keturunan Arab namun sudah menjadi Rakyat Johor, setelah didengar dan dilihatnya orang Bangka mengalami penderitaan kesulitan dan kesusahan timbullah belas kasihnya, tetapi hendak menolong pasukannya tiada berdaya karena anak buahnya banyak yang sakit, sedangkan musuh yang akan dihadapi berlipat ganda jumlahnya. Dengan rasa sakit dan sedih hati, Sarah pulang ke tanah Johor dan menceritakan kepada Sultan Johor perihal kehidupan penduduk Pulau Bangka dengan kekejaman yang dilakukan oleh Raja Tidong dengan harapan penduduk Pulau Bangka harus segera ditolong sebelum Raja Tidong dapat menguasai Pulau Bangka secara keseluruhannya.

Dengan keterangan nakhoda Sarah ini, lalu Sultan Johor yang ketika itu telah bersahabat dengan raja Minang Kabau dalam tahun 1641 setelah Belanda menaklukkan Malaka, Orang Minangkabau dinegeri Sembilan sudah dibawah perlindungan Sri Sultan Johor sampai abad ke 17. Setelah dicapainya mufakat antara Sultan Johor dengan Raja Minang Kabau maka di buatlah kesepakatan yakni :
Dari pihak Johor dikirimlah Sarah atau lebih dikenal oleh masyarakat Pulau Bangka dengan sebutan panglima Sarah, sedangkan dari pihak Minangkabau diutuslah Raja Alam Harimau Garang. Sebagai pimpinan dari ke dua pasukan ini dikepalai oleh Panglima Sarah dan mereka langsung mengatur strategi, Pasukan Laut di bagi-bagi untuk mengelilingi pulau Bangka menjaga jaga bantuan musuh yang datang dari laut, sedangkan Pasukan darat yang dikepalai Raja Alam Harimau Garang.
Benteng Kota Waringin berbentuk Gundukan( Gandok )[1] dan ada parit perlindungan
Pasukan Panglima Sarah ini memasuki Pulau Bangka dengan menyelusuri sungai di kampung Jerok, Raja Alam Harimau Garang menyimpang memasuki sungai disebelah timur sungai Jerok dan Panglima Sarah meneruskan perjalanan melalui Sungai kota beringin. Takkala penduduk Bangka melihat ada beberapa perahu datang mereka semua ketakutan sembunyi ke hutan karena dikira pasukan musuh menyerang, namun ada satu orang desa yang berani keluar dari persembunyian memberanikan diri bertanya kepada Panglima Sarah yang sudah turun kedarat, apa maksud kedatangan armada perahu ini. dan dijawab oleh Panglima Sarah bahwa kedatangan mereka ini atas perintah Sultan Johor dan Raja Minang Kabau, mereka akan membantu masyarakat Bangka dari penindasan Raja Tidong sekaligus menumpas Lanun yang merajalela di Bangka.
Tentu saja berita ini sangat menggembirakan dan mereka yang sembunyi kehutan keluar baik laki-laki maupun perempuan serta anak-anak, setelah mendengar penduduk kampung masih memiliki kepala kampung yang dipimpin Patih Raksa Kuning dan Hulubalangnya bernama Selangor, maka Panglima Sarah meminta kepada salah satu penduduk untuk memanggil Patih Raksa Kuning dan Hulubalangnya, untuk diajak kerjasama memberantas lanun Raja Tidong, setelah mendengar kabar adanya bantuan dari Johor dan Minangkabau tentu membuat Patih Raksa kuning dan Hulubalangnya gembira, semangat melawan penindasan semakin berkobar, maka semua pengikutnya diajak keluar dari persembunyian, begitu juga setelah penduduk mendengar akan mendapat pertolongan dan perlindungan mereka beramai-ramai langsung naik ke perahu besar Panglima Sarah untuk ikut serta, akibatnya kapal menjadi oleng kelebihan muatan dan tenggelam pecah didalam sungai.  1)

AWALNYA KOTA WARINGIN DAN BANGKA KOTA
Kejadian itu tidak menimbulkan korban kecuali kapal Panglima Sarah yang tenggelam ke dasar sungai[2] sedangkan perlengkapan perang sempat diselamatkan kedarat, Panglima Sarah memerintahkan membuat perkampungan ditepi sungai beringin bersama sama dengan penduduk dengan bahan bangunan dari pohon beringin yang banyak tumbuh disitu ( Sungai Kampung beringin ).


  • Lunas Perahu Panglima Sarah sampai sekarang masih terendam dalam sungai kota beringin[3] dimuka sungai berok. Konon kabarnya dulu pada tahun 1908, lunas itu pernah diangkat naik kedarat oleh Guru Haji Abdulrahman Sidik sebab mengganggu orang mandi, namun berdampak terhadap penghuni sungai yakni buaya disekitar menjadi buas, selalu menggigit orang mandi, maka lunas perahu tersebut dikembalikan lagi. Sedangkan kerangka perahu lainnya masih tertanam didalam air.

Para penduduk dan beberapa anak buah Panglima Sarah membuat perkampungan dipinggir sungai, sedangkan Pasukan darat yang dipimpin Raja Alam Harimau Garang bergerak ke darat memerangi Raja Tidong, Sementara pasukan Panglima Sarah memerangi lanun yang berada di laut maupun yang lari melewati sungai.
Pada suatu ketika Panglima Sarah memasuki sungai besar dan mencari tempat yang baik untuk singgah, mereka menemukan sebuah tanah datar cukup baik untuk didirikan perkampungan sebagai kubu pertahanan dan  inilah yang menjadi asal kampung kota atau Bangka kota.
Peperangan terus berlangsung sehingga banyak menimbulkan korban di kedua belah pihak, tetapi korban lebih banyak di pasukan Raja tidong disamping kalah banyak juga sudah dikepung baik didarat maupun dilaut, sedangkan dihutan juga dihadang pasukan Patih Raksa Kuning yang paham medan dihutan tempat mereka  bersembunyi. Akhirnya pasukan Raja Tidong berhasil dipukul mundur menuju bukit sambung giri dan membuat pertahanan disitu.
Setelah mengetahui Raja Tidong bersembunyi dan membuat benteng ditempat itu maka diperintahkan seluruh pasukannya mengepung dan menyerang dengan hebatnya sampai memakan waktu berhari-hari, pengepungan yang dilakukan Panglima Sarah dan Raja Alam harimau garang beserta Patih Raksa Kuning beserta hulubalang Selangor membuat perbekalan pasukan Raja Tidong habis, tenaga mereka berkurang, kelaparan mulai menjalar dan akhirnya pada serbuan terakhir Raja Tidong mati terbunuh. Sebagian anak buah raja tidong yang masih hidup tercerai berai lari kehutan.
Dengan kematian Raja Tidong ini, sisa-sisa pasukannya yang masih hidup banyak yang menyerahkan diri kepada pasukan Panglima Sarah. Maka semenjak itu amanlah Pulau Bangka dari kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan oleh Raja Tidong dengan kawan-kawannya. Ladang-ladang mereka yang selama ini terbengkalai  karena mereka tinggalkan, kini mereka kerjakan kembali, sehingga rakyat hidup dalam keadaan aman tentram, Panglima Sarah setelah berhasil mengusir Raja Tidong dari Pulau Bangka, akhirnya berniat untuk tidak lagi kembali pulang  ke Tanah Johor tetapi beliau memutuskan menetap di Pulau Bangka.
Setelah peperangan selesai, para patih yang masih hidup menghadap Sarah dan Raja Alam Harimau Garang, mengucapkan terima kasih atas pertolongan mereka, akan tetapi Patih Singa Panjang Jongor yang mengepalai Kota Kapur tidak menghadap, walaupun telah dipanggil beberapa kali, setelah diselidiki oleh Sarah dan Raja Alam Harimau Garang dengan Patih Raksa Kuning dapatlah keterangan bahwa Patih Singa Panjang Jongor memang sudah bersekutu dengan Raja Tidong, sehingga waktu rakyat bangka diserang, Patih Singa Panjang Jongor tidak menolong, maka dari itu Sarah dan Raja Alam Harimau Garang memerintah pasukannya untuk memerangi Patih Singa Panjang Jongor.

PATIH SINGA PANJANG JONGOR
Setelah kabar perang itu terdengar oleh Patih Singa Panjang Jongor iapun menyiapkan pasukannya akan melawan, diluar kota dijaga oleh para Selikor dengan jumlah 21 orang hulubalang kenamaan. Patih Singa Panjang Jongor memiliki 6 orang anak gadis.
Pada suatu malam salah seorang anaknya turun kebawah rumah menumbuk padi buat persediaan makanan, waktu sedang menumbuk ia digigit ular mati ikor, sehingga langsung meninggal ditempat, kemudian salah satu saudaranya keluar untuk membantu saudaranya menumbuk padi, namun takkala ia melihat saudaranya meninggal disamping ular mati ikor, maka ia berteriak sekuat-kuatnya mengatakan saudaranya mati digigit ular mati ikor, tetapi pendengaran Patih Singa Panjang Jongor mati dibunuh hulu balang selikor yang menjaga kota. Patih Singa Panjang Jongor sungguh terkejut ternyata para selikor hulubalangnya sudah berkhianat menyeberang ke pihak sarah dan raja alam harimau garang, tanpa melakukan pemeriksaan lagi Patih Singa Panjang Jongor langsung kabur bersembunyi di payabesar ( Sungai Menduk ), ternyata apa yang di kuatirkan Patih Singa Panjang Jongor terbukti bahwa para hulubalang selikor itu telah berpihak, banyak rakyatnya mati dalam peperangan tersebut sedangkan yang masih hidup lari menyelamatkan nyawanya ke hutan sebagian juga menyerahkan diri.
Setelah peperangan selesai dan aman maka 5 (lima) anak perempuan Patih Singa Panjang Jongor dikawinkan dengan kepala yang dibawahnya. Adapun keberadaan Patih Singa Panjang Jongor setelah dicari juga tidak ditemukan, namun konon dalam pengembaraannya ia telah meninggal dunia karena di Bangka Kota Kab. Bangka Selatan ada kubur yang diberi nama makam keramat Karang Panjang.
Menurut keterangan penjaga makam, Panjang jongor semasa hidupnya bersembunyi dihutan, karena malu dengan keadaannya, juga takut di tangkap Pasukan Panglima Sarah dan Alam Harimau Garang.

PANGLIMA SARAH RAJA MUDA DI BANGKA KOTA

Setelah pulau Bangka aman dari kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan oleh Raja Tidong dan pengikut-pengikutnya, kemudian Sultan Johor mengangkat Panglima Sarah sebagai Raja Muda di Pulau Bangka dengan kedudukan di Bangkakota, dan semenjak itu pula pulau Bangka masuk ke dalam kekuasaan kesultanan Johor.
Selama Panglima Sarah memegang kekuasaan sebagai Raja Muda di Pulau Bangka, disamping beliau mengatur pemerintahan serta mengatur adat istiadat, juga beliau mengembangkan agama Islam di Pulau Bangka, penduduk dapat bercocok tanam dengan aman dan tenteram.
Menurut keputusan dan hasil mufakat bersama antara Panglima Sarah, Raja Alam Harimau Garang dan Patih Raksa Kuning maka orang melayu yang ada dibangka bebas dari segala pekerjaan negeri, tetapi apabila ada peperangan mereka wajib menjadi serdadu, dan bagi mereka yang ingin pulang ke negerinya masing-masing  diberi kebebasan. Tidak lama kemudian Panglima Sarah wafat dan dimakamkan di Bangka kota. Sampai sekarang makam beliau dikenal oleh masyarakat di Pulau Bangka denganKeramat Sarah.
Dengan wafatnya Panglima Sarah, dan mengingat Pulau Bangka ketika itu belum banyak mendatangkan hasil yang berarti bagi ke Sultanan Johor, maka oleh Sultan Johor Bangka diserahkan kepada kesultanan Minangkabau yang otomatis dipimpin Raja Harimau Garang di Bangka.



BANGKA DIBAWAH KESULTANAN MINANGKABAU
Dengan penyerahan kekuasaan kepada Raja Alam Harimau Garang dengan sendirinya Pulau Bangka masuk kekuasaan Kerajaan Minangkabau. Rajam Alam Harimau Garang memilih tempat kedudukannya di Kotawaringin.
Sewaktu Pulau Bangka dipegang oleh Raja Alam Harimau Garang keadaan kehidupan penduduk pulau Bangka tidak banyak mengalami perubahan, sama saja sewaktu dalam kekuasaan dipegang oleh Panglima Sarah. Setelah beberapa tahun diperintah Raja Alam Harimau Garang dari Kerajaan Minangkabau, maka pada suatu masa meletuslah Gunung Maras dengan mengeluarkan api dan Abu sehingga banyak rakyat, binatang yang mati, ( Sumber panas bumi sejak dulu sudah ditemukan seperti di Bangka, Batu gunung yang banyak menonjol kepermukaan Bumi ).
Dari letusan itu didapati gumpalan batu lalu dibawa kehadapan Raja Alam Harimau Garang, maka diketahui gumpalan tersebut mengandung biji besi. Maka saat itulah diketahui bahwa tanah Bangka mengandung besi, kemudian Patih Raksa Kuning dengan kepala-kepala kampung mencari sumber biji besi disekitar letusan dan sekeliling pulau Bangka, maka ditemukanlah lokasi tanah yang di curigai memiliki sumber biji besi di daerah  tanah Pakok ( Koba sekarang ) pada tempat bekas lokasi ladang padi yang sudah terbakar, lalu disanalah dimulai penggalian biji besi yang kemudian diolah menjadi besi biasa dan inilah cikal bakal besi yang mula-mula didapati orang di tanah Bangka dan dibuat menjadi perkakas mengerjakan ladang.
Setelah sekian lama Raja Alam Harimau Garang memegang kekuasaan di Pulau Bangka tidak begitu lama. Beliau wafat dan di makamkan di Kotawaringin, makamnya dikenal dengan Keramat Garang Panjang. Makam Alam Harimau Garang tidak berbentuk sebuah makam pada umumnya, tetapi berwujud gundukan tanah dengan tanda 2 (dua) pohon kayu besar tumbuh bersamaan ditengahnya, Menurut tutur lisan tokoh masyarakat setempat, dari dulu hanya gundukan tanah dengan nisan terbuat dari kayu, namun setelah sekian lama tumbuh dua buah pohon berdempetan di tengah makam. Oleh masyarakat diberi ketentuan pada jarak 10 meter dari pohon tersebut dilarang masyarakat setempat untuk menggali kuburan baru.
Dengan meninggalnya Raja Alam Harimau Garang, kemudian ditunjuk oleh Raja Minangkabau Patih Raksa Kuning untuk memimpin atau memegang Pemerintahan di Pulau Bangka, yang selama ini banyak membantu jalan roda Pemerintahan di Pulau Bangka. Patih Raksa Kuning memegang kekuasaan di Pulau Bangka tidak begitu lama pula karena beliau meninggal dunia. Semenjak itu Raja Minangkabau tidak lagi menunjuk wakilnya ke Pulau Bangka, apalagi Bangka tidak memiliki Sumber Daya Alam yang bisa menguntungkan Kesultanan saat itu. boleh jadi pandangannya sama seperti Sultan Johor karena Pulau Bangka tidak mendatangkan keuntungan bagi kesultanan Johor sehingga ditinggalkan.
Adapun orang orang bekas pasukan Raja Alam Harimau Garang yang berada diatas kapal tidak mau pulang ke negerinya, mereka memilih menetap dikota Beringin dan Bangka kota sedangkan bekas anak buah  Panglima Sarahlebih memilih berada dikapal-kapal berpindah-pindah mengelilingi pulau Bangka karena Ikan mudah didapat saat itu. ( Inilah yang menjadi asal orang Suku SEKAK / Orang Laut  yang sekarang hidup diatas perahu kecil disekeliling pesisir pulau Bangka.dilihat dari bahasa bila berbicara dengan orang besar selalu memakai panggilan kata-kata Patih, Tengku, dan lainnya berlogat melayu.
Tiga tokoh diatas yaitu Sultan Johor, Raja Alam Harimau Garang dan Tuan Sarah, selain menumpas orang-orang kanibal para lanun tersebut, juga sekalian mendakwah agama Islam, namun mereka bukan tonggak utama penyebaran Islam di Bangka, Tujuan utama mereka membantu masyarakat Bangka dari kekejaman Lanun dan menumpas habis ‘ orang melukut ‘ ( Lesos ). Sekaligus menduduki menjadi Raja Muda di Bangka.
[1] Gandok = , Gundukan tanah dudukan tempat meriam menghadapi serangan Lanun dari Laut
[2]  Sampai sekarang bekas perahu tersebut masih ada, dan hanya tampak apabila mengalami surut terendah, lunas perahu tersebut disebut sebagai Lunas Perahu Sarah.
[3] Kota Beringin – Kota Waringin
PENYUSUN : ALFANI
JADI KESIMPULAN LAINNYA TIDAKLAH ANEH KALAU ORANG BANGKA ASLI SUKU JERIENG DLL ADA YANG PAKAI STANJAK SEPERTI PADANG TINGGI MENJULANG, BERBEDA DENGAN STANJAK NEGERI SIANTAN AGAK PENDEK MEMILIKI BANYAK LILITAN

Senin, 29 Mei 2017

Tokoh Sejarah dan Legenda Kota Waringin

Model diperagakan oleh Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kota Waringin 
Foto ini diambil sewaktu Karnaval budaya yang diselenggarakan di Desa Kota Waringin pada Tahun 2016 yang lalu. Menarik diangkat disini karena Tokoh-tokoh yang mereka perankan memang seperti menghidupkan kembali kehadiran mereka di Kota Waringin, karena bukan tidak mungkin sudah banyak dari masyarakat Kota Waringin sendiri sudah lupa atau bahkan tidak tahu adanya sejarah dan legenda di tempat kelahiran mereka sendiri.
Pada tulisan kali ini kami akan mengenalkan siapa saja tokoh yang mereka perankan, tidak secara rinci dan lengkap tetapi hanya ringkasan saja.

1. H. SJAKRONI
Tokoh ini adalah seorang Pejuang pada era kemerdekaan Republik Indonesia, terkenal akan perjuangan beliau yang berani mempertaruhkan harta benda bahkan nyawa melawan penjajah kolonial Belanda dengan menerapkan sistem perang gerilya setiap aksi dari H. Sjakroni menjadi suatu hal yang menakutkan penjajah Belanda kala itu.
Keberanian beliau sudah menjadi rahasia umum, sehingga Penjajah Belanda waktu itu akan memberikan imbalan yang menggiurkan bagi siapa saja yang berhasil menangkap H. Sjakroni hidup atau mati.
Diakhir hayat beliau menetap bersama istri dan anak-anaknya di Kota Waringin. Makam beliau sekarang berada di Pemakaman Keramat di Desa Kota Waringin.

2. LUNAS PERAHU
Sebuah legenda yang pernah terjadi di Kota Waringin. Di ceritakan tentang sepasang Kakak adik yang terombang-ambing di lautan, berhari-hari menahan lapar dan dahaga sehingga sampai kesekian harinya mereka sudah putus asa.
Dalam kebimbangan membuat amarah mudah sekali terpancing, sehingga ketika sang adik mengusulkan untuk singgah ke daratan terdekat sang kakak mengatakan bahwa tujuan mereka belumlah sampai, dan ketika sang adik mengusulkan kesekian kali untuk singgah didaratan yang sudah nampak di depan mereka, amarah sang kakak tidak terbendung lagi, ditebasnya perahu yang mereka tumpangi dengan sekali kibasan, sehingga terpotonglah perahu tersebut menjadi dua bagian.
Potongan perahu sang Kakak konon di kisahkan terdampar di Bangka Kota, sedangkan Potongan perahu sang Adik  yang perempuan terdampar di Kota Waringin.
Menurut beberapa pendapat dan keterangan orang tua, Kedua Kakak adik inilah yang menjadi Nenek Moyang di Bangka Kota dan Kota Waringin.
Beberapa tahun silam peninggalan legenda ini masih bisa dilihat dalam bentuk Tulang Tengah perahu yang terpotong yang oleh masyarakat lebih dikenal dengan Lunas Perahu, namun karena termakan usia dan di tumbuhi semak-semak tidak nampak lagi terlihat...

3. HARIMAU GARANG
Banyak versi nama dari Tokoh yang satu ini selain dari Harimau Garang ada juga nama yang lain seperti Demang Singa Yudha, Jong Krang dan lain sebagainya.
Berasal dari Padang Sumatera Barat, dengan perawakan besar tinggi sehingga menjadi momok yang menakutkan bagi Penjajah Kompeni...
Awal perjalanan beliau di Tanah Bangka bermula dari jasanya mengusir penjajah dari Kota Kapur dan mendengar berita semakin tersudutnya para pejuang di Kota Waringin, beliau bergegas bersama pasukannya menuju Kota Waringin.
Kehadiran beliau menjadi angin segar bagi para pejuang di Kota Waringin yang hampir kewalahan menahan gempuran dari Penjajah...
Sepak terjang beliau membuat penjajah yang ingin menguasai pelabuhan Kota Waringin menjadi kocar-kacir. berbagai upaya dilakukan untuk menghancurkan pertahanan Harimau Garang namun selalu gagal. Konon menurut cerita meninggalnya Harimau Garang karena terkena tembakan meriam di bagian kepalanya sewaktu menahan serangan dari arah sungai Kota Waringin.
Makam Harimau Garang berada dikawasan Pemakaman Keramat Kota Waringin, tanpa bentuk seperti umumnya makam lain Makam beliau hanya di tandai dengan pohon Keramutun yang tumbuh subur sebagai nisan beliau.

4. RAJA JUNGUR
Sebuah mitos yang sudah menjadi menu wajib bagi orang tua di Kota Waringin untuk menceritakan kepada anak cucu mereka. Tentang seorang Raja yang rakus dan egois, hobi makan sesuatu yang tidak lazim yaitu perut ayam, sehingga ketika pasokan makanan favorit beliau terhenti para prajurit kerajaan menggantikan dengan Cacing Rawa yang apabila diolah akan mirip dengan perut ayam makanan kegemaran sang Raja.
Lama-lama karena terlalu sering mengkonsumsi makanan tersebut wajah sang Raja berubah menjadi tumbuh moncong (Jungur) mirip Babi, karena sejatinya Cacing Rawa tersebut adalah makanan Babi. Ketika sang Raja menyadari terjadi perubahan pada dirinya, dia menceburkan diri ke Sungai dan menghilang...
Menurut para sesepuh desa lokasi yang menjadi tempat istana Sang Raja berada di kawasan Sungai Perai 3 Km dari pemukiman penduduk sebelah utara..

5. SAWERIGADING
Tidak ada cerita khusus Sawerigading di Kota Waringin, cuma menurut keterangan keturunannya. Sawerigading adalah orang dari Suku Bugis yang pernah menetap di Pulau Bangka.

6. KH. ABDUL MADJID
Seorang penyebar ilmu agama Islamdi Tanah Bangka, disamping itu juga beliau adalah orang yang sangat berani menentang penjajah Belanda.
Beliau berasal dari Banjar dan merupakan keturunan Bangsawan.
beliau menetap hingga akhir hayatnya di Kotawaringin (pada postingan kami sebelumnya cerita tentang beliau lebih lengkap.
http://harimaugarangktw.blogspot.co.id/2017/05/gusti-kacil-kh-abdul-madjid.html?m=1) dan dimakamkan di Pemakaman Keramat Kotawaringin.






Jumat, 26 Mei 2017

GUSTI KACIL (KH. ABDUL MADJID)

Di dalam buku sejarah Banjar tertulis Pangeran Muda (Pangeran Moeda) di dalam kitab Irsyyahdiyyah karangan Syekh Abdurrahman Siddik pada tahun 1910 selesai 1935, ditulis dengan nama Gusti Mas Muda dengan gelar Gusti Kacil keturunan dari Putri Junjung Buih dilahirkan di Martapura 1825, Gusti Kacil 3 bersaudara, Gusti Ismail, Gusti Mustopa, Gusti Kacil didalam isi kitab Irsyyahdiyyah menuliskan keturunan-keturunan Pangeran Surianata beristrikan Putri Junjung Buih yang menjadi Raja-raja Banjar dan keturunan Syekh H. Muhammad Arsad Al- Banjary adapun garis istilah keturunan Gusti Kacil sebagai berikut.

Gusti Mas Muda bergelar Gusti Kacil bin Pangeran Yusuf bin Gusti Maimunah bin Pangeran Bingking bin Pangeran KH Dipasanta, Pangeran KH Dipasanta wafat di Padang, Sumatera barat sewaktu membantu Imam Bonjol dalam perang Padri, penulis kitab Irsyyahdiyyah Syekh Abdurrahman Siddik pernah belajar ilmu agama dengan paman nya H. Muhammad As’ad, keturunan Pangeran KH Dipasanta di Padang, diatas garis keturunan Pangeran KH Dipasanta Pangeran Hidayatullah, Sultan Muhammad sampai Sultan Musta’in Billah dan seterusnya, Pangeran Muda atau Pangeran Mas Muda dengan gelar Gusti Kacil pernah memangku jabatan Teras di Kerajaan Banjar atau Kesultanan Banjar pada bulan April 1859, disusul dengan rapat besar di Kandangan pada tahun 1859.


Sebelum Gusti Kacil memangku jabatan Teras di Kesultanan Banjar di Martapura banyak Pangeran/ Sultan dan perangkat Kesultanan di tangkap dan ada yang diasingkan keluar Banjar seperti keluarganya Pangeran Hidayatullah dan ada juga yang tewas dibunuh oleh Komapani Belanda, dengan adanya itu Gusti Kacil sangat anti sekali dengan Kompani Belanda, maka terjadilah perang antara Kesultanan Banjar dengan Kompani Belanda pada Agustus 1859 di Martapura, peperangan di Martapura langsung dipimpin oleh Gusti Kacil dengan gagah beraninya dan kesaktian tinggi beserta siasat perang yang dimiliki Gusti Kacil melawan Kompani Belanda bersenjatakan sebilah keris peninggalan Putri Junjung Buih.
Pada peristiwa tersebut banyak pasukan Kompani Belanda menjadi korban maka dicarilah terus Gusti Kacil untuk ditangkap namun usaha Kompani Belanda untuk menangkap Gusti Kacil tidak berhujung berhasil, dibuatlah seyembara siapa yang bisa menangkap Gusti Kacil dalam keadaan hidup atau mati diberi upah sebanyak 250 F, sayembara ini juga tidak berhasil untuk menangkap Gusti Kacil, Kompani Belanda mendengar kabar yang mana satu-satunya yang bisa menangkap dan menaklukan ilmu Gusti Kacil seorang ulama yang berilmu tinggi dengan kesaktiannya beliau adalah Datuk Landak, nama aslinya Syekh Muhammad Afif anak dari Syekh H. Muhammad Arsad Al-Banjarydengan gelar Datu Kelampayan.


Maka dicarilah dan diundang Datu Landak untuk mengadap Komapani Belanda, namun Datu Landak tidak mau hadir mengadap Kompani Belanda, sebelumnya berita ini telah sampai di telinga Datu Landak, ini sangat bertentangan sekali dengan Datu Landak, tiada kompromi untuk Kompani Belanda bagi Datu Landak, selain dari itu dibelakang Gusti Kacil untuk melawan Kompani Belanda tidak lepas dari peran dan bantuan Datu Landak, ditambah lagi antara Datu Landak masih ada hubungan keluarga menurut kisah dari kakek saya Datu Landak sepupu Gusti Kacil ini sesuai juga dengan kitab Irsyyadiyyah yang ditulis oleh Syekh Abdurrahman Siddik.
Dengan adanya latar belakang diatas tadi tidak mungkin bagi Datu Landak untuk menangkap Gusti Kacil untuk diserahkan kepada Kompani Belanda maka musyawaralah Datu Landak dan Gusti Kacil dengan perangkat Kesultanan di ikut sertakan tokoh keluarga maka diambil keputusan yang mana Gusti Kacil harus meninggalkan Banjar demi keselamatan Gusti Kacil dan menghindar dari pertumpahan darah lebih banyak, dalam perjalanan meninggalkan Banjar pada tahun 1864 empat orang putra terbaik Banjar meninggalkan Banjar yaitu Gusti Kacil, Datu Landak, Gusti Mustofa ( abang Gusti Kacil), dan seorang Hulu Balang, Gusti Mustofa abangnya Gusti Kacil ini sebagian lidahnya hitam, untuk mengungkap keturunan lidah hitam istri saya Hj. Gusti Sri Dewi Pertiwi sebagian lidahnya hitam, saya nikah dengan istri saya kawin keluarga (sepupu), istri saya cucu Gusti H. Abdul Samad bin Gusti Kacil, saya sendiri cucu dari Gusti H. Abdul Hamid bin Gusti Kacil, selain dari istri saya ada juga keluarga keturunan Gusti Kacil yang berlidah hitam.


Sewaktu meninggalkan Banjar, Gusti Kacil, Datu Landak, Gusti Mustofa dan seorang Hulu Balang, meraung lautan memakai sampan, dilautan sampannya pecah, dua orang terdampar di Banten, Pulau Jawa, Gusti Mustofa dan seorang Hulu Balang, dua orang Datu Landak dan Gusti Kacil terdampar di Muntok, Pulau Bangka, sesampainya di Muntok, terdengar dan kelihatan oleh Tumenggung Muntok, ada dua orang pendatang yang asing baginya, yang taat solat, dan pintar membaca ayat suci Al- Qur’an. Pada suatu hari ada seekor kerbau gila mengamuk tiada seorang pun masyarakat Muntok yang sanggup menangkapnya, turunlah Datu Landak dan Gusti Kacil untuk mengamankan kerbau yang mengamuk.
Dengan kesaktian Gusti Kacil dan Datu Landak, kerbau tersebut jinak dihadapan Gusti Kacil dan Datu Landak, saat berada di Muntok, di Muntok tidak aman banyaknya terjadi perampokan setiap malam maupun siang hari, dengan adanya kesaktian Datu Landak dan Gusti Kacil menjinakan kerbau Gila, maka ditugaskan lah oleh Tumenggung Muntok Datu Landak dan Gusti Kacil untuk menangkap perampok, perampok pun tertangkap, kota Muntok pun menjadi aman. Dengan adanya kesaktian Gusti Kacil dan Datu Landak mau diangkat menjadi Hulubalang Temenggung Muntok, namun tawaran ini ditolak oleh Gusti Kacil dan Datu Landak.
Kesaktian ini menurun pada almarhum Idam cicit daripada Datu Landak, Alm. Idam banyak kelebihannya, semasa hidupnya seandainya beliau ke Banjar selalu berdampingan dengan Alm. Guru Ijai (KH Muhammad Zaini), selain dari itu cucu Datu Landak alm. Ustad Muhammad Thaib ulama besar di Pangkal Pinang, Bangka. Cucunya Alm. H. Jamaludin Sidik ulama besar di Tembilahan, Riau. Demikian juga dengan cicitnya H. Anang Zainal Ilmi di Martapura, Banjar, pernah belajar dengan Guru Ijai (KH Muhammad Zaini), sebagai murid kesayangan guru Ijai garis keturunan H. Anang Zainal Ilmi sebelah bapak keturunan dari Gusti Kacil, dari sebelah ibu keturunan dari Datu Landak. Dari garis keturunan Gusti Kacil banyak juga menjadi ulama besar di Pangkal Pinang, Bangka. Cucunya Gusti Kacil Alm. H. Suhaimi ulama besar dan Imam Masjid Jamik di Pangkal Pinang, Bangka. Cicitnya Alm. H. Umar Idris di Puding Besar, Bangka. Cucunya Alm. H. Gusti Abdul Wahab di Enok Tembilahan, Riau, cicitnya Alm. KH. Hasan Basri ulama terkenal sebagai sesepu pondok pesantren Darus Salam Pangkal Pinang, Alm. H. Sahak, murid sekaligus keluarga Gusti Kacil yang ilmu kebatinannya tinggi banyak dikenal oleh masyarakat Bangka.
Di Muntok Gusti Kacil dan Datu Landak menjalankan dakwah tentang agama islam dari desa ke desa lainnya, sampailah Gusti Kacil dan Datu Landak di desa Puding Besar, sekarang menjadi kecamatan Puding Besar, selama 33 tahun di Pulau Bangka, Datu Landak pulang ke Banjar pada tahun 1897, sesampainya di Banjar, Datu Landak ikut serta membangun dan memancangkan empat tiang utama di Masjid Martapura, tinggal lah Gusti Kacil sendiri di Puding Besar, Gusti Kacil tetap menjalankan dakwah agama islam dari desa ke desa lainnya, di Bangka setiap desa yang dikunjunginya untuk berdakwah selalu ditawarkan anak gadis desa untuk dinikahi, di Bangka Gusti Kacil mempunyai empat orang istri, sebelas orang anak. Dimasa tuanya Gusti Kacil menetap di sebuah tempat bernama kuta Beringin, pada waktu itu Kuta Beringin merupakan tempat yang cukup ramai karena adanya sungai besar diujungnya sehingga menjadi tempat berlabuh kapal-kapal dan perahu besar yang membawa barang dagangan ke tempat ini, kehadiran Gusti Kacil di Kuta Beringin semakin menambah ramainya tempat ini, ini dikarenakan banyaknya para pencari ilmu agama yang berdatangan terutama sekali dari desa desa tetangga serta para pendatang yang singgah sebentar di Kuta Beringin, Kuta Beringin sendiri berangsur-angsur penyebutannya menjadi Kotawaringin.. sewaktu  di Bangka Gusti Kacil mengubah namanya menjadi Atok H. Abdul Madjid, ini semua menghindar dari tangkapan Kompani Belanda.
Menurut kisah,Kompani Belanda sampai di Bangka mencari Gusti Kacil, sampai Gusti Kacil dan Datu Landak wafat, tidak terbongkar rahasia keberadaan Gusti Kacil dipulau Bangka.Gusti Kacil wafat di desa Kotawaringin pada tahun 1906, dalam usia 81 tahun, dikebumikan di desa Kotawaringin, di tanah Wakab Gusti Kacil, sekarang Desa Kotawaringin cukup maju dengan KK 665, dengan ibu kota kecamatan Puding Besar, jarak dari provinsi Babel Pangkal Pinang lebih kurang 65 Km, di desa Kotawaringin ini 30% penduduknya keturunan dari Gusti Kacil, di Bangka banyak sekali keturunan Gusti Kacil setiap pelosok maupun kota.


Gusti Kacil sewaktu meninggalkan Banjar membawa:

1. Sebilah keris pusaka dari Putri Junjung Buih ber lok sembilan, bergagang seperti kepala ular naga, dilapisi emas bertahta intan 99 biji, setiap malam jumat pusaka ini dimandikan dengan kembang dan dirabun (dihasapi ) dengan kayu garu.
2. Seperangkat Tape (kain) Putri Junjung Buih yang bermotifkan Sasirangan.
3. Sebuah tombak tapi sayang tombak ini sewaktu Gusti H. Abdul Samad bin Gusti Kacil wafat tidak tahu keberadaannya.

Apa saja peninggalan Gusti Kacil di desa Kotawaringin Bangka:

1. Rumah peninggalan Gusti Kacil pada saat ini telah diwariskan kepada cicitnya yang tidak terwat di karenakan usia yang sudah mencapai ratusan tahun.
2. Surau (Musollah) sekarang menjadi masjid, dahulunya tempat Gusti Kacil mengajar dan berdakwah tentang agama islam.
3. Benteng pertahanan di Kotawaringin sewaktu Gusti Kacil bersama pejuang masyarakat sekitarnya melawan Kompani Belanda.
4. Makam Gusti Kacil di Kotawaringin dalam bahasa Banjar Atang-atang, dalam bahasa Bangka Galang Makam, dalam bahasa Riau Batur didatangkan dari Singapura dibawa oleh anaknya Gusti H. Abdul Samad, makam ini belum diberi gubah.
Disalin dari :http://m.kompasiana.com/ahmadbuyung
dengan sedikit penyesuaian.

Kamis, 13 April 2017

Bersyukur

Sering kita merasa apa yang kita bayangkan atau yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan....sangat sering malah...
Namun terkadang sesuatu yang tidak kita bayangkan atau sama sekali tidak kita harapkan akan hadir menghampiri keseharian kita..
Seperti contoh; ingin rasanya makan daging sapi eh ternyata orang rumah masak rendang, tidak diharapkan sama sekali bukan?
Terkadang ingin makan ayam namun cuma dapat telur, yah walaupun telur adalah cikal bakal lahirnya ayam( ada juga pendapat ayam cikal bakal telur) tetap aja nggak sama guys..
Kepengen naik ojek eh dapet motor pinjaman, beruntung banget kan?
Namun demikian apapun yang kita dapatkan hendaknya iringilah dengan mengucapkan Syukur kepada Allah SWT...

 وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7).

Bayangkan saja dengan bersyukur kita dijamin akan mendapatkan tambahan nikmat dari Allah SWT, apa nggak mau tuh.... 
Namun yang sering kita lakukan apabila sesuatu yang kita harapkan tidak sesuai dengan Kenyataan atau bahasa bisnisnya" tidak sesuai target". Kita akan mengumpat, tidak terima, seolah-olah tidak mungkin jika hanya seperti itu, hanya sedikit yang di dapat... padahal Rasulullah SAW bersabda ;

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
  
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits inihasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667).

Untuk bersyukur itu tidak harus ketika kita mendapatkan rezeki yang melimpah....

Terus lah bersyukur berapapun nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita... termasuk nikmat sehat dan nikmat kesempatan...

Dan ber sedekah lah