PULAU BANGKA DISERANG LANUN RAJA TIDONG
Raja Tidong dari bangsa Melukut ini berasal dari Tapanuli di Kuta Latong Kecamatan Barumun Kabupaten Padang Lawas, Kaum Melukut ini kecil-kecil namun memiliki tenaga besar dan gerakan sangat cepat, Kaum ini sangat melegenda sampai ke bukit barisan diceritakan bahwa pada satu masa ditanah dipak, dalam pulau Bangka juga, Raja Tidong dulu sangat terkenal akan ilmu kanuragannya, dikisahkan waktu itu keluar orang-orang kecil sebesar hulu keris yang amat banyak sekali seperti anai-anai dari dalam kelekak ( Rimbit Tua ) mereka masing-masing bersenjata pisau rencong kecil yang amat tajam dan sangat berbisa, kemudian mereka masuk kampung, apabila ketemu orang ditikam, yang kena langsung mati karena bisanya.
Raja Tidong dan kaum melukut bukan ingin merebut kekuasaan namun hendak merampok saja, Bajak laut ini dipimpin langsung Raja Tidong, mula-mula diserang mereka patih Menduk dan patih cempurak, karena pasukan raja Tidong menyerang amat gagah berani maka rakyat kedua Patih kalah, sisa yang hidup berlari menyelamatkan diri ke hutan, kemudian diserang pula Patih Jerok sehingga kalah juga, lalu Patih Ngebai dengan hulubalangnya bernama Selangor juga sebagian rakyatnya yang masih hidup sembunyi kedalam hutan, kemudian kampung Jerok yang ditinggal penghuninya dibumi hanguskan oleh anak buah raja Tidong.
Kapal Lanun jaman dahulu
Setelah sekian lama Patih Jerok bersembunyi, banyak rakyatnya mati kelaparan, hidup mereka dalam persembunyian tiada menentu, tanpa tempat tinggal, siang kepanasan malam kedinginan, ia selalu mengharapkan akan ada pertolongan dari patih Singa Panjang Jongor, namun pertolongan tidak kunjung datang, karena Patih Panjang Jongor tidak mau campur tangan dan kampungnya juga tidak diganggu Raja Tidong.
BANGKA DIBAWAH KESULTANAN JOHOR
Dalam keadaan sengsara tersebut singgahlah sebuah perahu dari Johor dipimpin Nahkoda Sarah keturunan Arab namun sudah menjadi Rakyat Johor, setelah didengar dan dilihatnya orang Bangka mengalami penderitaan kesulitan dan kesusahan timbullah belas kasihnya, tetapi hendak menolong pasukannya tiada berdaya karena anak buahnya banyak yang sakit, sedangkan musuh yang akan dihadapi berlipat ganda jumlahnya. Dengan rasa sakit dan sedih hati, Sarah pulang ke tanah Johor dan menceritakan kepada Sultan Johor perihal kehidupan penduduk Pulau Bangka dengan kekejaman yang dilakukan oleh Raja Tidong dengan harapan penduduk Pulau Bangka harus segera ditolong sebelum Raja Tidong dapat menguasai Pulau Bangka secara keseluruhannya.
Dengan keterangan nakhoda Sarah ini, lalu Sultan Johor yang ketika itu telah bersahabat dengan raja Minang Kabau dalam tahun 1641 setelah Belanda menaklukkan Malaka, Orang Minangkabau dinegeri Sembilan sudah dibawah perlindungan Sri Sultan Johor sampai abad ke 17. Setelah dicapainya mufakat antara Sultan Johor dengan Raja Minang Kabau maka di buatlah kesepakatan yakni :
Dari pihak Johor dikirimlah Sarah atau lebih dikenal oleh masyarakat Pulau Bangka dengan sebutan panglima Sarah, sedangkan dari pihak Minangkabau diutuslah Raja Alam Harimau Garang. Sebagai pimpinan dari ke dua pasukan ini dikepalai oleh Panglima Sarah dan mereka langsung mengatur strategi, Pasukan Laut di bagi-bagi untuk mengelilingi pulau Bangka menjaga jaga bantuan musuh yang datang dari laut, sedangkan Pasukan darat yang dikepalai Raja Alam Harimau Garang.
Benteng Kota Waringin berbentuk Gundukan( Gandok )[1] dan ada parit perlindungan
Pasukan Panglima Sarah ini memasuki Pulau Bangka dengan menyelusuri sungai di kampung Jerok, Raja Alam Harimau Garang menyimpang memasuki sungai disebelah timur sungai Jerok dan Panglima Sarah meneruskan perjalanan melalui Sungai kota beringin. Takkala penduduk Bangka melihat ada beberapa perahu datang mereka semua ketakutan sembunyi ke hutan karena dikira pasukan musuh menyerang, namun ada satu orang desa yang berani keluar dari persembunyian memberanikan diri bertanya kepada Panglima Sarah yang sudah turun kedarat, apa maksud kedatangan armada perahu ini. dan dijawab oleh Panglima Sarah bahwa kedatangan mereka ini atas perintah Sultan Johor dan Raja Minang Kabau, mereka akan membantu masyarakat Bangka dari penindasan Raja Tidong sekaligus menumpas Lanun yang merajalela di Bangka.
Tentu saja berita ini sangat menggembirakan dan mereka yang sembunyi kehutan keluar baik laki-laki maupun perempuan serta anak-anak, setelah mendengar penduduk kampung masih memiliki kepala kampung yang dipimpin Patih Raksa Kuning dan Hulubalangnya bernama Selangor, maka Panglima Sarah meminta kepada salah satu penduduk untuk memanggil Patih Raksa Kuning dan Hulubalangnya, untuk diajak kerjasama memberantas lanun Raja Tidong, setelah mendengar kabar adanya bantuan dari Johor dan Minangkabau tentu membuat Patih Raksa kuning dan Hulubalangnya gembira, semangat melawan penindasan semakin berkobar, maka semua pengikutnya diajak keluar dari persembunyian, begitu juga setelah penduduk mendengar akan mendapat pertolongan dan perlindungan mereka beramai-ramai langsung naik ke perahu besar Panglima Sarah untuk ikut serta, akibatnya kapal menjadi oleng kelebihan muatan dan tenggelam pecah didalam sungai. 1)
AWALNYA KOTA WARINGIN DAN BANGKA KOTA
Kejadian itu tidak menimbulkan korban kecuali kapal Panglima Sarah yang tenggelam ke dasar sungai[2] sedangkan perlengkapan perang sempat diselamatkan kedarat, Panglima Sarah memerintahkan membuat perkampungan ditepi sungai beringin bersama sama dengan penduduk dengan bahan bangunan dari pohon beringin yang banyak tumbuh disitu ( Sungai Kampung beringin ).
- Lunas Perahu Panglima Sarah sampai sekarang masih terendam dalam sungai kota beringin[3] dimuka sungai berok. Konon kabarnya dulu pada tahun 1908, lunas itu pernah diangkat naik kedarat oleh Guru Haji Abdulrahman Sidik sebab mengganggu orang mandi, namun berdampak terhadap penghuni sungai yakni buaya disekitar menjadi buas, selalu menggigit orang mandi, maka lunas perahu tersebut dikembalikan lagi. Sedangkan kerangka perahu lainnya masih tertanam didalam air.
Para penduduk dan beberapa anak buah Panglima Sarah membuat perkampungan dipinggir sungai, sedangkan Pasukan darat yang dipimpin Raja Alam Harimau Garang bergerak ke darat memerangi Raja Tidong, Sementara pasukan Panglima Sarah memerangi lanun yang berada di laut maupun yang lari melewati sungai.
Pada suatu ketika Panglima Sarah memasuki sungai besar dan mencari tempat yang baik untuk singgah, mereka menemukan sebuah tanah datar cukup baik untuk didirikan perkampungan sebagai kubu pertahanan dan inilah yang menjadi asal kampung kota atau Bangka kota.
Peperangan terus berlangsung sehingga banyak menimbulkan korban di kedua belah pihak, tetapi korban lebih banyak di pasukan Raja tidong disamping kalah banyak juga sudah dikepung baik didarat maupun dilaut, sedangkan dihutan juga dihadang pasukan Patih Raksa Kuning yang paham medan dihutan tempat mereka bersembunyi. Akhirnya pasukan Raja Tidong berhasil dipukul mundur menuju bukit sambung giri dan membuat pertahanan disitu.
Setelah mengetahui Raja Tidong bersembunyi dan membuat benteng ditempat itu maka diperintahkan seluruh pasukannya mengepung dan menyerang dengan hebatnya sampai memakan waktu berhari-hari, pengepungan yang dilakukan Panglima Sarah dan Raja Alam harimau garang beserta Patih Raksa Kuning beserta hulubalang Selangor membuat perbekalan pasukan Raja Tidong habis, tenaga mereka berkurang, kelaparan mulai menjalar dan akhirnya pada serbuan terakhir Raja Tidong mati terbunuh. Sebagian anak buah raja tidong yang masih hidup tercerai berai lari kehutan.
Dengan kematian Raja Tidong ini, sisa-sisa pasukannya yang masih hidup banyak yang menyerahkan diri kepada pasukan Panglima Sarah. Maka semenjak itu amanlah Pulau Bangka dari kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan oleh Raja Tidong dengan kawan-kawannya. Ladang-ladang mereka yang selama ini terbengkalai karena mereka tinggalkan, kini mereka kerjakan kembali, sehingga rakyat hidup dalam keadaan aman tentram, Panglima Sarah setelah berhasil mengusir Raja Tidong dari Pulau Bangka, akhirnya berniat untuk tidak lagi kembali pulang ke Tanah Johor tetapi beliau memutuskan menetap di Pulau Bangka.
Setelah peperangan selesai, para patih yang masih hidup menghadap Sarah dan Raja Alam Harimau Garang, mengucapkan terima kasih atas pertolongan mereka, akan tetapi Patih Singa Panjang Jongor yang mengepalai Kota Kapur tidak menghadap, walaupun telah dipanggil beberapa kali, setelah diselidiki oleh Sarah dan Raja Alam Harimau Garang dengan Patih Raksa Kuning dapatlah keterangan bahwa Patih Singa Panjang Jongor memang sudah bersekutu dengan Raja Tidong, sehingga waktu rakyat bangka diserang, Patih Singa Panjang Jongor tidak menolong, maka dari itu Sarah dan Raja Alam Harimau Garang memerintah pasukannya untuk memerangi Patih Singa Panjang Jongor.
PATIH SINGA PANJANG JONGOR
Setelah kabar perang itu terdengar oleh Patih Singa Panjang Jongor iapun menyiapkan pasukannya akan melawan, diluar kota dijaga oleh para Selikor dengan jumlah 21 orang hulubalang kenamaan. Patih Singa Panjang Jongor memiliki 6 orang anak gadis.
Pada suatu malam salah seorang anaknya turun kebawah rumah menumbuk padi buat persediaan makanan, waktu sedang menumbuk ia digigit ular mati ikor, sehingga langsung meninggal ditempat, kemudian salah satu saudaranya keluar untuk membantu saudaranya menumbuk padi, namun takkala ia melihat saudaranya meninggal disamping ular mati ikor, maka ia berteriak sekuat-kuatnya mengatakan saudaranya mati digigit ular mati ikor, tetapi pendengaran Patih Singa Panjang Jongor mati dibunuh hulu balang selikor yang menjaga kota. Patih Singa Panjang Jongor sungguh terkejut ternyata para selikor hulubalangnya sudah berkhianat menyeberang ke pihak sarah dan raja alam harimau garang, tanpa melakukan pemeriksaan lagi Patih Singa Panjang Jongor langsung kabur bersembunyi di payabesar ( Sungai Menduk ), ternyata apa yang di kuatirkan Patih Singa Panjang Jongor terbukti bahwa para hulubalang selikor itu telah berpihak, banyak rakyatnya mati dalam peperangan tersebut sedangkan yang masih hidup lari menyelamatkan nyawanya ke hutan sebagian juga menyerahkan diri.
Setelah peperangan selesai dan aman maka 5 (lima) anak perempuan Patih Singa Panjang Jongor dikawinkan dengan kepala yang dibawahnya. Adapun keberadaan Patih Singa Panjang Jongor setelah dicari juga tidak ditemukan, namun konon dalam pengembaraannya ia telah meninggal dunia karena di Bangka Kota Kab. Bangka Selatan ada kubur yang diberi nama makam keramat Karang Panjang.
Menurut keterangan penjaga makam, Panjang jongor semasa hidupnya bersembunyi dihutan, karena malu dengan keadaannya, juga takut di tangkap Pasukan Panglima Sarah dan Alam Harimau Garang.
Menurut keterangan penjaga makam, Panjang jongor semasa hidupnya bersembunyi dihutan, karena malu dengan keadaannya, juga takut di tangkap Pasukan Panglima Sarah dan Alam Harimau Garang.
PANGLIMA SARAH RAJA MUDA DI BANGKA KOTA
Setelah pulau Bangka aman dari kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan oleh Raja Tidong dan pengikut-pengikutnya, kemudian Sultan Johor mengangkat Panglima Sarah sebagai Raja Muda di Pulau Bangka dengan kedudukan di Bangkakota, dan semenjak itu pula pulau Bangka masuk ke dalam kekuasaan kesultanan Johor.
Selama Panglima Sarah memegang kekuasaan sebagai Raja Muda di Pulau Bangka, disamping beliau mengatur pemerintahan serta mengatur adat istiadat, juga beliau mengembangkan agama Islam di Pulau Bangka, penduduk dapat bercocok tanam dengan aman dan tenteram.
Menurut keputusan dan hasil mufakat bersama antara Panglima Sarah, Raja Alam Harimau Garang dan Patih Raksa Kuning maka orang melayu yang ada dibangka bebas dari segala pekerjaan negeri, tetapi apabila ada peperangan mereka wajib menjadi serdadu, dan bagi mereka yang ingin pulang ke negerinya masing-masing diberi kebebasan. Tidak lama kemudian Panglima Sarah wafat dan dimakamkan di Bangka kota. Sampai sekarang makam beliau dikenal oleh masyarakat di Pulau Bangka denganKeramat Sarah.
Dengan wafatnya Panglima Sarah, dan mengingat Pulau Bangka ketika itu belum banyak mendatangkan hasil yang berarti bagi ke Sultanan Johor, maka oleh Sultan Johor Bangka diserahkan kepada kesultanan Minangkabau yang otomatis dipimpin Raja Harimau Garang di Bangka.
BANGKA DIBAWAH KESULTANAN MINANGKABAU
Dengan penyerahan kekuasaan kepada Raja Alam Harimau Garang dengan sendirinya Pulau Bangka masuk kekuasaan Kerajaan Minangkabau. Rajam Alam Harimau Garang memilih tempat kedudukannya di Kotawaringin.
Sewaktu Pulau Bangka dipegang oleh Raja Alam Harimau Garang keadaan kehidupan penduduk pulau Bangka tidak banyak mengalami perubahan, sama saja sewaktu dalam kekuasaan dipegang oleh Panglima Sarah. Setelah beberapa tahun diperintah Raja Alam Harimau Garang dari Kerajaan Minangkabau, maka pada suatu masa meletuslah Gunung Maras dengan mengeluarkan api dan Abu sehingga banyak rakyat, binatang yang mati, ( Sumber panas bumi sejak dulu sudah ditemukan seperti di Bangka, Batu gunung yang banyak menonjol kepermukaan Bumi ).
Dari letusan itu didapati gumpalan batu lalu dibawa kehadapan Raja Alam Harimau Garang, maka diketahui gumpalan tersebut mengandung biji besi. Maka saat itulah diketahui bahwa tanah Bangka mengandung besi, kemudian Patih Raksa Kuning dengan kepala-kepala kampung mencari sumber biji besi disekitar letusan dan sekeliling pulau Bangka, maka ditemukanlah lokasi tanah yang di curigai memiliki sumber biji besi di daerah tanah Pakok ( Koba sekarang ) pada tempat bekas lokasi ladang padi yang sudah terbakar, lalu disanalah dimulai penggalian biji besi yang kemudian diolah menjadi besi biasa dan inilah cikal bakal besi yang mula-mula didapati orang di tanah Bangka dan dibuat menjadi perkakas mengerjakan ladang.
Setelah sekian lama Raja Alam Harimau Garang memegang kekuasaan di Pulau Bangka tidak begitu lama. Beliau wafat dan di makamkan di Kotawaringin, makamnya dikenal dengan Keramat Garang Panjang. Makam Alam Harimau Garang tidak berbentuk sebuah makam pada umumnya, tetapi berwujud gundukan tanah dengan tanda 2 (dua) pohon kayu besar tumbuh bersamaan ditengahnya, Menurut tutur lisan tokoh masyarakat setempat, dari dulu hanya gundukan tanah dengan nisan terbuat dari kayu, namun setelah sekian lama tumbuh dua buah pohon berdempetan di tengah makam. Oleh masyarakat diberi ketentuan pada jarak 10 meter dari pohon tersebut dilarang masyarakat setempat untuk menggali kuburan baru.
Dengan meninggalnya Raja Alam Harimau Garang, kemudian ditunjuk oleh Raja Minangkabau Patih Raksa Kuning untuk memimpin atau memegang Pemerintahan di Pulau Bangka, yang selama ini banyak membantu jalan roda Pemerintahan di Pulau Bangka. Patih Raksa Kuning memegang kekuasaan di Pulau Bangka tidak begitu lama pula karena beliau meninggal dunia. Semenjak itu Raja Minangkabau tidak lagi menunjuk wakilnya ke Pulau Bangka, apalagi Bangka tidak memiliki Sumber Daya Alam yang bisa menguntungkan Kesultanan saat itu. boleh jadi pandangannya sama seperti Sultan Johor karena Pulau Bangka tidak mendatangkan keuntungan bagi kesultanan Johor sehingga ditinggalkan.
Adapun orang orang bekas pasukan Raja Alam Harimau Garang yang berada diatas kapal tidak mau pulang ke negerinya, mereka memilih menetap dikota Beringin dan Bangka kota sedangkan bekas anak buah Panglima Sarahlebih memilih berada dikapal-kapal berpindah-pindah mengelilingi pulau Bangka karena Ikan mudah didapat saat itu. ( Inilah yang menjadi asal orang Suku SEKAK / Orang Laut yang sekarang hidup diatas perahu kecil disekeliling pesisir pulau Bangka.dilihat dari bahasa bila berbicara dengan orang besar selalu memakai panggilan kata-kata Patih, Tengku, dan lainnya berlogat melayu.
Tiga tokoh diatas yaitu Sultan Johor, Raja Alam Harimau Garang dan Tuan Sarah, selain menumpas orang-orang kanibal para lanun tersebut, juga sekalian mendakwah agama Islam, namun mereka bukan tonggak utama penyebaran Islam di Bangka, Tujuan utama mereka membantu masyarakat Bangka dari kekejaman Lanun dan menumpas habis ‘ orang melukut ‘ ( Lesos ). Sekaligus menduduki menjadi Raja Muda di Bangka.
[1] Gandok = , Gundukan tanah dudukan tempat meriam menghadapi serangan Lanun dari Laut
[2] Sampai sekarang bekas perahu tersebut masih ada, dan hanya tampak apabila mengalami surut terendah, lunas perahu tersebut disebut sebagai Lunas Perahu Sarah.
[3] Kota Beringin – Kota Waringin
PENYUSUN : ALFANI
JADI KESIMPULAN LAINNYA TIDAKLAH ANEH KALAU ORANG BANGKA ASLI SUKU JERIENG DLL ADA YANG PAKAI STANJAK SEPERTI PADANG TINGGI MENJULANG, BERBEDA DENGAN STANJAK NEGERI SIANTAN AGAK PENDEK MEMILIKI BANYAK LILITAN